Kepulauan Kangean
merupakan gugusan pulau yang terletak bagian paling timur Pulau
Madura, Laut Jawa. Kepulauan ini terdiri dari 60 pulau, dengan luas
wilayah 487 km². Pulau-pulau terbesar adalah Pulau Kangean, Pulau Paliat
dan Pulau Sepanjang. Kepulauan Kangean termasuk dalam wilayah
administratif Kabupaten Sumenep, terletak pada posisi geografi 6°40′ –
7°20′ Lintang Selatan dan 115°20′ -116°00′ Bujur Timur, dibatasi oleh
laut Bali, laut Jawa dan ujung timur Selat Madura.
Kabupaten Sumenep adalah kabupaten paling timur di Pulau Madura yang
memiliki kekayaan sumber daya alam pulau terbesar di Provinsi Jawa Timur
dibandingkan dengan beberapa kabupaten lainnya. Hal ini karena Sumenep
memiliki luas lautan sekitar 45 persen dari luas lautan Provinsi Jawa
Timur. Disamping itu, Sumenep pun memiliki 126 pulau (55 %) dari 229
pulau yang masuk wilayah Provinsi Jawa Timur. Dan, dari 55 % keberadaan
pulau-pulau itu, 79 % nya berada di wilayah Kepulauan Kangean, atau
sekitar 45 % dari jumlah pulau yang ada di Jawa Timur berada di Kangean.
Secara geografis wilayah Kabupaten Sumenep terbagi atas dua wilayah yaitu :
- Bagian Daratan dengan luas : 1.146,93 Km2 (54,79 %) yang terbagi atas Tujuh Belas Kecamatan dan satu pulau di Kecamatan Dungkek
- Bagian Kepulauan dengan luas : 946,53 Km2 (45,21 %) yang meliputi 126 buah pulau, 48 pulau berpenghuni dan 78 pulau tidak berpenghuni, 104 buah pulau bernama dan 22 buah pulau tanpa nama. Bagian kepulauan terbagi atas sembilan Kecamatan yaitu: Kecamatan Giligenting. Talango. Nonggunong, Gayam, Raas, Sapeken, Arjasa, Kangayan dan Masalembu. Sedangkan pulau paling utara adalah Pulau Karamaian termasuk wilayah Kecamatan Masalembu dengan jarak ± 151 mil laut dari Kecamatan Kalianget dan pulau paling timur adalah Pulau Sakala termasuk wilayah Kecamatan Sapeken dengan jarak ± 165 mil Laut dari Kecamatan Kalianget. Pulau Kangean merupakan pulau terbesar dalam gugus Kepulauan Kangean dengan luas daratan 446,67 Km2.
Pantai Pulau Sabus
Di Kepulauan Kangean terdapat 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Arjasa
yang membawahi Pulau Kangean bagian barat,
Kecamatan Kangayan membawahi Pulau Kangean bagian timur dan
Kecamatan Sapeken yang membawahi pulau-pulau kecil dan mendominasi
bagian timur Kepulauan Kangean, antara lain Sapeken, Paliat, Sadulang
Besar, Sadulang Kecil, Sepanjang, Pagerungan Besar, dan Pagerungan
Kecil.
Kangean berjarak sekitar 125 km dari Sumenep. Transportasi yang ada
saat ini adalah kapal laut yang dikelola PT Dharma Lautan Indonesia dan
Sumekar Line (milik Kabupaten Sumenep), dengan transportasi ini bisa di
tempuh dalam waktu 8 jam dari pelabuhan kalianget ke pelabuhan batu
gulok kangean. Selain dengan adanya kapal milik pemerintah ada juga
Kapal Express dari perusahaan swata yang hanya memerlukan waktu 3,5 jam
untuk menempuh jarak tersebut. Dengan transportasi ini masyarakat
Kangean dapat melakukan perjalanan baik urusan personal maupun urusan
muat barang.
Kangean memiliki iklim tropis dengan curah hujan sekitar 155,43
milimeter dan rata-rata hari hujan 16,58 hari. Sebagian wilayah
Kepulauan Kangean tersusun oleh litologi pasir kuarsa berwarna abu-abu
sampai putih termasuk dalam formasi Arjasa. Formasi Arjasa berumur
Holosen yang pantainya berupa pasir berwarna putih memiliki kelerengan
20 – 50 dengan lebar 10 meter sampai 30 meter. Daratannya termasuk
dalam dataran rendah dengan ketinggian maksimum dari garis pantai 1,5
meter. Kecamatan Arjasa sendiri sebagian wilayahnya berada pada
ketinggian 2-47 meter dpl dan berdasarkan karakteristik bentuk
wilayahnya 84 % datar, 7 % berombak dan 9 % berbukit.
Kangean memang sangat layak menyandang sebutan ‘eksotis’ dengan
kawasan hutan Jati dan rimba, hamparan hutan mangrove, pasir pantai
landai yang putih, terumbu karang dengan beribu ikan hias warna-warni,
lambaian nyiur dan tentunya bekisar yang cantik. Masyarakat yang ramah
dengan budayanya menguatkan aura eksotisme Kangean. Tidak berlebihan
rasanya bila kepulauan ini saya sebut sebagai Mutiara Jawa Timur,
meskipun masih terpendam dalam ‘lautan’ keterbatasan aksesibilitas dalam
banyak sisi kehidupan.
Kepulauan kangean memiliki kawasan hutan seluas 38.254,10 hektar yang
dikelola oleh Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madura,
terbagi dalam 3 Bagian KPH yaitu BKPH Kangean Barat dan Kangean Timur
yang berada di Pulau Kangean, serta Sepanjang yang berada di Pulau
Sepanjang.
Dilihat dari fungsinya, kawasan hutan Kepulauan Kangean dengan fungsi
lindung lebih luas dibanding fungsi produksinya. Tabel 1 menunjukan
keberadaan hutan lindung sebesar 20.761,20 hektar (54,27 %), sedangkan
hutan produksi memiliki luas 16.974,46 hektar (44,37 %) dan hutan
lainnya seluas 518,44 hektar (1,36 %).
Tabel 1. Lokasi Kawasan hutan berdasarkan Fungsi dan Luasannya di Kabupaten Sumenep.
Lokasi Kawasan Hutan
|
Fungsi Hutan dan Luas Kawasan (hektar)
|
|||
Lindung
|
Produksi
|
Hutan Lain
|
Jumlah Total
|
|
Pulau Kangean |
16.389,50
|
9.151,90
|
137,40
|
25.678,80
|
Pulau Paliat |
713,90
|
3.401,20
|
302,10
|
4.417,20
|
Pulau Sepanjang |
3.657,80
|
4.421,36
|
68,94
|
8.148,10
|
Jumlah di Kepulauan |
20.761,20
|
16.974,46
|
518,44
|
38.254,10
|
Sumenep Daratan |
213,00
|
3.410,2
|
507,80
|
4.131,10
|
JUMLAH TOTAL
|
20.974,20
|
20.384,66
|
1.016,24
|
42.375,20
|
Hutan bawah laut kep kangean
Kawasan
hutan Kangean memiliki peran sangat vital bagi masyarakat yang tinggal
di sekitarnya, baik secara ekologi, ekonomi maupun sosial. Masyarakat
desa sekitar hutan yang terhimpun dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) memiliki akses 100 % pemanfaatan kawasan hutan. Pemanfaatan
tersebut berupa penanaman di bawah tegakan pohon, pemanfaatan sumber
mata air, pemungutan hasil bukan kayu seperti cabe jamu, rotan dan
empon-empon, pemanfaatan hutan pesisir untuk silvofishery dan
pemanfaatan lainnya yang selaras dengan kelestarian sumberdaya hutan.
Tercatat sebanyak 23 desa hutan dan 21 desa telah membentuk LMDH dan
bekerja sama dengan Perum Perhutani melalui system Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM).
Kekayaan sumberdaya hutan lainnya yang sangat penting bagi kehidupan
ekonomi, sosial dan ekologi masyarakat adalah hamparan hutan mangrove.
Ekosistem mangrove merupakan komunitas dari tumbuhan atau hutan yang
beradaptasi dengan salinitas dan pasangsurut air laut. Ekosistem ini
memiliki peranan penting dan manfaat yang besar bagi kehidupan
masyarakat khususnya di sekitar pantai. Secara umum mangrove adalah
pohon dan semak-semak yang umumnya tumbuh di zona intertidal dan mampu
beradaptasi dengan lingkungan di bawah level air tertinggi pada pasang.
Selama ini keberadaan ekosistem mangrove di Kepulauanan Kangean
berkurang sangat drastis akibat pemanfaatan yang salah, seperti
penebangan liar (illegal loging) dan cenderung merusak lingkungan.
Manfaat hutan mangrove secara fisik antara lain menjaga garis pantai
agar tetap stabil, melindungi pantai dari abrasi, menahan tiupan angin
kencang dari laut, serta menjadi wilayah penyangga terhadap rembesan air
laut (intrusi). Secara biologis hutan mangrove berfungsi
sebagai tempat memijah dan berkembangbiaknya berbagai hewan air, tempat
berlindung dan berkembang biak burung dan satwa lain, serta berfungsi
sebagai sumber plasma nutfah. Selain itu, secara ekonomis,
hutan mangrove berfungsi juga sebagai penghasil kayu dan bahan bangunan,
penghasil bahan baku industri, bibit ikan, tempat pariwisata, serta
penelitian dan pendidikan
Hasil
interpretasi Citra Landsat ETM 7 tahun 2002-2003, dan digitasi tahun
2003 menunjukan wilayah Kepulauan Kangean memiliki hutan mangrove lebih
dari 67,5 % (9.736,99 hektar) dari jumlah seluruh hutan mangrove di
Pulau Madura (14.424,01 hektar). Rhizophora stylosa juga merupakan jenis dominan untuk pohon dengan nilai penting 92,07 % dan Bruguiera gymnorrhiza
sebagai co-dominan dengan nilai penting 75,72 %. Kepadatan pohon
mencapai 414 batang per hektar dengan volume mencapai 102,57 m3 per
hektar. Sedang untuk belta jenis yang mendominasi adalah juga Rhizophora stylosa (N.P. 97,93 %) dan Avicennia alba
merupakan co-dominan (N.P. 85,77 %). Kepadatan belta mencapai 2.400
batang per hektar dengan volume mencapai 26,40 m3 per hektar.
Tabel 2. Daftar kepadatan dan volume belta masing-masing jenis per hektar di Pulau Kangean.
No
|
Jenis Mangrove
|
Kepadatan (batang/hektar)
|
Volume (m3/hektar)
|
1
|
Rhizophora stylosa | 801 | 12,00 |
2
|
Avicennia alba | 733 | 7,53 |
3
|
Lumnitzera racemosa | 333 | 3,20 |
4
|
Rhizophora apiculata | 266 | 1,20 |
5
|
Rhizophora mucronata | 133 | 1,73 |
6
|
Bruguiera gymnorrhiza | 67 | 0,53 |
7
|
Excoecaria agallocha | 67 | 0,21 |
Jumlah
|
2.400 | 26,40 |
Sumber : Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut, 2003.
Terumbu karang merupakan kumpulan organisme binatang-binatang kecil
(disebut POLIP) yang hidup berkoloni dan membentuk terumbu. Terumbu
karang merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai dan
arti yang sangat penting baik dari segi fisik, biologi maupun sosial
ekonomi. Terumbu karang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan
batuan kapur yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Berdasarkan
kemampuannya memproduksi kapur, ada dua tipe karang, yaitu karang yang
membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan karang yang tidak dapat membentuk bangunan kapur (ahermatypic corals).
Hasil pemetaan terumbu karang menggunakan Citra Alos di Pulau Kangean
(2009) menunjukan bahwa dari 11 pulau yang ada di Kecamatan Arjasa
dengan luas wilayah 30,529.5 ha, terdapat terumbu karang seluas 3,536.2
ha yang tersebar pada 12 desa. Sedangkan dari 27 pulau yang ada di
Kecamatan Kangayan dengan luas wilayah 20,562.5 ha, ditemukan terumbu
karang dengan luas mencapai 2,900.5 ha yang tersebar pada 9 desa.
Kekayaan sumberdaya laut terumbu karang ini tentunya merupakan harta
terpendam yang nilainya tak terhingga. Pegelolaan atas keberadaannya
dapat memberikan keuntungan ekonomi, sosial dan ekologi bagi masyarakat
di sekitarnya.
Sayang sekali, hasil pengamatan secara sampling, hampir sebagian
besar kondisi terumbu karang di sekitar P. kangean dan sekitarnya dalam
kondisi rusak. Di P. mamburit terdapat hamparan terumbu karang yang
panjang, pada posisi penyelaman 6o51′ S dan 115o12’07″ E, berupa hard
coral brancing dan encrusting non acropora terlihat banyak yang sudah
mati, terlebh pada kedalaman 3 meter, kondisi terumbu karang yang sangat
memprihatinkan.
Tingginya pemanfaatan berbagai jenis barang sumberdaya yang ada pada
terumbu karang, khususnya pengambilan batu karang untuk bahan bangunan,
penangkapan ikan dengan bom, dengan racun (potas) maupun dengan bubu,
menimbulkan berbagai dampak lingkungan yang tidak baik.
Terumbu karang sebagai sumberdaya yang memiliki nilai konservasi
tinggi karena memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi dan keindahan
sebagai potensi wisata di Kangean, diduga lebih dari 50 % nya dalam
keadaan rusak. Hal ini sebagai akibat dari penggunaan bahan peledak dan
racun dalam penangkapan ikan di daerah sekitar terumbu karang tersebut.
Info trip silahkan hub.082330525519